Menggunakan bahasa Indonesia, pada
hakikatnya adalah mempelajari keterampilan-keterampilan berbahasa, seperti
menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Menurut pendapat para ahli bahasa
dan definisi di kamus, hakikat menyimak adalah mendengarkan dengan penuh
perhatian; berbicara adalah kemampuan mengungkapkan pendapat atau pikiran dan
perasaan kepada seseorang atau kelompok secara lisan, baik secara berhadapan
atau tidak; membaca adalah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis;
dan menulis itu sendiri merupakan kegiatan melahirkan pikiran atau perasaan
dalam bentuk tulisan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, tampaklah sangat
ideal sosok manusia yang menguasai keterampilan berbahasa. Manusia dapat
berinteraksi sosial sekaligus mengaktualisasikan dirinya dengan berbahasa. Manusia
dapat meraih kesuksesan sekaligus memberikan manfaat bagi orang lain dengan
kemampuan berbahasa yang dimilikinya.
Jika
dipandang dari sudut masyarakat itu atau adanya lebih dari satu bahasa dalam
masyarakat itu, dapat disebut bilingualisme secara kemasyarakatan (societal
bilingualism). Sehubungan dengan kedudukan BI sebagai bahasa nasional dan
bahasa resmi kenegaraan, serta adanya kontak antarbahasa daerah di dalam daerah
atau wilayah yang sama, banyak anggota masyarakat Indonesia merupakan bilingual
secara perseorangan/individual bilingualism. Selain itu, jika dipandang dari
pembedaan fungsi-fungsi bahasa tertentu dalam masyarakat, masyarakat Indonesia
dapat juga disebut masyarakat diglosik. dengan bahasa Indonesia sebagai
“variasi tinggi” dan bahasa daerah sebagai “variasi rendah” karena secara resmi
dan umum, BI seyogianya dipakai dalam situasi formal dan umum oleh penutur
antarbahasa daerah, dan bahasa daerah dipakai dalam situasi interaksi penutur
dalam suatu bahasa daerah.
Dalam
mempelajari bahasa dapat dipengaruhi oleh daerah tempat manusia itu dilahirkan
karena Indonesia memiliki bahasa yang majemuk, contohnya adalah bahasa
mingkabau, Menurut Ayub, dkk. (1993: 18) bahasa Minangkabau umum adalah bahasa yang digunakan
oleh penutur bahasa Minangkabau yang berasal
dari berbagai daerah dan di dalamnya tidak
ditemukan atau dikenali lagi spesifikasi dari dialek tertentu. Bahasa Minangkabau di
Kanagari Gasan Gadang ini berbeda dengan bahasa Minangkabau di daerah lain.
Pertama, perbedaan itu terdapat pada
bunyi tunggal. Contoh, bunyi [r] pada [bareh] ‘beras’, [r] pada [uraη] ‘orang’.
Bunyi ini pada umumnya diucapkan sebagai bunyi [R] di Gasan Gadang. Kedua,
perbedaan itu juga terdapat pada diftong [ia], bunyi ini diucapkan sebagai
bunyi [ie] di nagari Gasan Gadang. Contohnya diftong [kambie] ‘kelapa’, [aie]
‘air’. Ketiga, bahasa di nagari iniunik dan memiliki perbedaan khusus. Perbedaan
itu misalnya terlihat pada contoh berikutmisalnya pada kata [cako] ‘tadi’,
[gabaa] ‘rabu’, [akaik] ‘minggu’,
[sakin] ‘pisau’.
Dari
penjelasan di atas dapat di ketahui bahwa bahasa itu berasal dari bahasa ibu,
bahasa yang pertama kali di ucapkan pada orang-orang tua terdahulu, sehingga
setiap daerah di Indonesia itu memiliki jenis bahasa yang berbeda-beda.
0 comments:
Post a Comment